Psikolog Jelaskan: Kenapa Move On Itu Butuh Waktu

Banyak orang salah paham, dikira move on itu soal melupakan. Padahal, kalau kata psikolog, move on itu tentang memahami diri sendiri—tentang bagaimana otak dan hati bekerja sama buat sembuh. Yuk, kita bahas lebih dalam kenapa proses move on butuh waktu, dan kenapa kamu nggak perlu merasa lemah kalau belum bisa sepenuhnya lepas.
1. Otakmu Butuh Waktu untuk “Detoks Cinta”
Saat jatuh cinta, tubuhmu memproduksi hormon bahagia: dopamin, oksitosin, dan serotonin. Kombinasi maut ini bikin kamu ngerasa dunia lebih cerah, makan enak, tidur nyenyak, dan tiap lihat chat dari dia, rasanya kayak dapet bonus gajian.
Tapi begitu hubungan berakhir, tubuhmu mendadak kehilangan sumber hormon itu. Otak masih nyari-nyari “rasa bahagia” yang biasa dia dapetin dari interaksi dengan mantan. Efeknya mirip orang lagi sakau—kepingin balik, kepingin tahu kabarnya, kepingin buka chat lama.
Makanya, nggak aneh kalau setelah putus, kamu masih terus kepikiran. Bukan karena kamu lemah, tapi karena sistem tubuhmu masih detoksifikasi cinta. Dan proses itu nggak bisa disuruh cepat.
2. Kenangan Nggak Bisa Dihapus Kayak File di Laptop
Manusia punya ingatan yang kuat terhadap hal-hal yang melibatkan emosi. Makanan favorit mantan, lagu yang sering kalian dengerin, bahkan tempat nongkrong langganan, semuanya bisa jadi pemicu nostalgia.
Begitu satu hal kecil mengingatkan kamu padanya, otak langsung “memutar ulang film kenangan” lengkap dengan soundtrack-nya. Kadang kamu senyum sendiri, kadang malah sedih tanpa sebab.
Psikolog bilang, ini hal wajar. Otak manusia memang dirancang untuk menyimpan pengalaman emosional supaya bisa belajar darinya. Artinya, kamu nggak akan benar-benar bisa menghapus kenangan, tapi kamu bisa mengubah cara kamu memandangnya. Dari sesuatu yang menyakitkan, jadi sesuatu yang pernah membuatmu tumbuh.
3. Ego dan Harapan Butuh Waktu untuk Mati
Salah satu alasan move on terasa berat bukan cuma karena kehilangan orangnya, tapi juga kehilangan “harapan” yang pernah kamu rancang bersama. Kamu udah sempet mikirin masa depan bareng, dari rencana nikah sampai nama anak, dan tiba-tiba semuanya lenyap tanpa aba-aba.
Kamu kehilangan bukan cuma pasangan, tapi juga versi hidup yang pernah kamu bayangkan. Ego dalam diri menolak kenyataan itu, makanya kamu terus bertanya, “Kenapa dia ninggalin aku?” atau “Apa aku kurang baik?”
Padahal, menurut psikolog, pertanyaan kayak gitu nggak akan bikin kamu tenang. Justru bikin kamu terus muter di lingkaran luka yang sama. Move on dimulai ketika kamu berhenti cari alasan, dan mulai menerima bahwa beberapa hal memang nggak ditakdirkan untuk bertahan.
4. Dunia Nyuruh Cepat Move On, Padahal Nggak Semua Luka Sama
Zaman sekarang, semua orang berlomba terlihat “baik-baik saja.” Setelah putus, upload foto senyum, caption self love, biar dikira udah sembuh. Padahal, malamnya masih nangis di kamar sambil dengerin lagu galau.
Budaya media sosial bikin banyak orang merasa punya deadline emosional. Kalau belum bisa move on dalam tiga minggu, berarti kamu “lemah.” Padahal, tiap orang punya tempo penyembuhan berbeda. Ada yang dua minggu udah bisa ketawa lagi, ada juga yang dua tahun baru bisa denger nama mantan tanpa sesak.
Menurut psikolog, tekanan untuk terlihat cepat sembuh justru bisa memperlambat proses penyembuhan hati. Karena kamu sibuk pura-pura bahagia, bukan benar-benar berproses. Luka batin itu kayak luka fisik—kalau kamu tutup-tutupi, malah bisa infeksi.
5. Move On Itu Bukan Tentang Melupakan, Tapi Menerima
Kamu mungkin nggak akan pernah benar-benar lupa. Tapi kamu bisa berdamai.
Move on bukan berarti kamu pura-pura nggak pernah cinta, tapi kamu sudah nggak lagi membiarkan rasa itu menguasai hidupmu.
Ketika kamu mulai bisa lihat foto mantan tanpa marah atau sedih, itu tandanya kamu mulai sembuh. Kamu belajar bahwa mencintai seseorang bukan berarti harus memiliki. Dan kehilangan bukan akhir dunia, tapi bagian dari perjalanan jadi manusia yang lebih kuat.
Psikolog menyebut tahap ini sebagai acceptance stage—fase penerimaan di mana kamu nggak lagi berusaha mengubah masa lalu, tapi fokus membangun masa depan. Di titik ini, kamu mulai sadar: bahagia itu bukan datang dari siapa yang menemani, tapi dari siapa yang kamu pilih untuk jadi dirimu sendiri.
6. Waktu Sembuh Tiap Orang Berbeda
Sering banget orang nanya, “Sebenernya berapa lama sih waktu yang dibutuhkan buat move on?”
Jawaban jujurnya: tergantung. Ada yang butuh sebulan, ada yang setahun. Rata-rata, menurut penelitian psikologi, manusia butuh waktu sekitar tiga sampai enam bulan untuk pulih dari putus cinta—asal nggak terus-terusan buka luka lama.
Tapi bukan berarti kalau kamu belum sembuh setelah itu, kamu salah. Proses move on nggak bisa diukur dari kalender. Kadang, luka yang dalam memang butuh waktu lebih lama untuk sembuh. Yang penting, kamu nggak berhenti berusaha untuk maju, meskipun pelan.
7. Luka yang Diobati dengan Waktu, Akan Jadi Cerita
Suatu hari nanti, kamu bakal inget semua rasa sakit ini tanpa nangis lagi.
Kamu bakal nyeritain kisah cintamu yang gagal dengan nada tenang, mungkin sambil ketawa kecil.
Kamu bakal sadar, ternyata semua itu nggak sia-sia—karena dari sana kamu belajar mencintai diri sendiri, belajar batas, dan belajar bahwa nggak semua orang yang kamu mau adalah orang yang kamu butuh.
Move on itu perjalanan, bukan perlombaan. Kadang pelan, kadang nyakitin, tapi selalu mengarah ke versi dirimu yang lebih dewasa.
Dan ketika nanti kamu akhirnya bisa jatuh cinta lagi, kamu nggak lagi mencari pengganti, tapi seseorang yang kamu temui di waktu yang tepat—setelah kamu selesai menyembuhkan diri.
Kesimpulannya:
Move on itu butuh waktu karena kamu manusia, bukan mesin yang bisa di-reset. Otak, hati, dan ego semuanya punya fase sendiri-sendiri untuk pulih. Jadi jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain. Yang penting, terus jalan, meski pelan. Karena setiap langkah kecil tetap mengarah ke tempat yang sama: ketenangan hati.
Insert code: <i rel="code">Put code here</i> or <i rel="pre">Put code here</i>
Insert image: <i rel="image">Put Url/Link here</i>
Insert title: <b rel="h3">Your title.</b>
Insert blockquote: <b rel="quote">Put text here</b>
Bold font: <b>Put text here</b>
Italics: <i>Put text here</i>
0 Komentar